Bersyukur, merupakan perbuatan yang sejatinya tanpa disuruh, tanpa diminta dan justru dengan kesadaran penuh harus menjadi kebiasaan baik dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai seorang hamba. Apabila kita mau introspeksi diri (melihat ke dalam diri), begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, mulai dari saat kita lahir sampai dengan saat ini, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan kalau kita hendak menghitung nikmat yang telah Allah berikan, niscaya kita tidak akan mampu untuk menghitungnya. Sebagaimana Allah telah menegaskan dalam firman-Nya QS. Nahl ayat 18.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ
لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ ١٨
Namun yang justru sering kita lakukan hanya mengeluh dan menyesali apa yang berlaku atas diri kita. Ketika kita tidak mendapatkan apa yang kita pintakan kepada Allah melalui do'a-do'a kita, kita berprasangka Allah tidak sayang dengan kita. Dan ketika kita mendapatkan apa yang menjadi keinginan kita, justru seringnya kita lupa dari bersyukur kepada Allah.
Saudaraku, bersyukur merupakan pelajaran yang sangat penting menuju derajat "ikhlas" karena dengan bersyukur, akan senantiasa tertanam dalam diri kita untuk selalu berprasangka baik, memiliki kesadaran yang tinggi bahwa semua hanyalah titipan yang tidak perlu diperjuangkan mati-matian. Ada sebuah kisah yang sangat baik untuk menjadi pelajaran bagi kita yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim. (Hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan (artinya):
“Ada tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.
Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang bunting.
Selang beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi suatu lembah.
Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.
Malaikat itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia. Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si botak).”
Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa terjaga untuk selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang dilimpahkan pada kita di dunia ini, dengan begitu banyak nikmat yang kita tidak bisa menghitungnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beruntung... aamiiin...
فَبِأَيِّ ءَالَآءِ
رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ١٣
Artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan (QS. Ar Rahman: 13)