Pemerintah telah menetapkan 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada tanggal 21 Juli 2012 atau bertepatan dengan hari Sabtu, setelah melalui sidang itsbat yang dilaksanakan didasarkan pada itjimak (konjugsi) yang terjadi pada 19 Juli pada pukul 11.25 WIB, dengan posisi hilal sekitar 1,31 derajat. Menurut Menteri Agama, karena hilal di bawah dua derajat maka sulit dilakukan melalui rukyat, sehingga digunakan standar istikmal atau mengunakan umur bulan Sya'ban selama 30 hari.
Hisab itu sendiri adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.Sedangkan Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya. Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender)tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Dengan demikian kembali terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan 1433 H seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan Muhammadiyah telah jauh-jauh hari menetapkan bahwa awal Ramadhan 1433 jatuh pada tanggal 20 Juli 2012 atau bertepatan dengan hari Jum'at. Tentunya perbedaan awal Ramadhan ini menjadi permasalahan sendiri bagi ummat yang sebenarnya menginginkan suasana ketentraman, kenyamanan dan kebersamaan.
Namun bukan berarti dengan perbedaan penentuan awal Ramadhan tersebut, kemudian menjadikan permusuhan dan perdebatan. Akan tetapi harus disikapi dengan arif dan bijaksana serta dikembalikan kepada keyakinan masing-masing pribadi, sehingga meski terjadi perbedaan namun tetap saling menghormati, menghargai dan tidak saling mencemooh atau mengganggu.
Mari bersama-sama kita menjaga kebersamaan, saling menghormati keyakinan dan tentunya dengan tetap menjaga silaturahim untuk terikat kuatnya ukhuwah Islamiyah. Tidak ada yang perlu diperdebatkan apalagi sampai memunculkan konflik....
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS.4:59)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw. beliau bersabda: Barang siapa yang mentaatiku berarti ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang mendurhakai perintahku, maka berarti ia telah mendurhakai Allah. Barang siapa yang mematuhi pemimpin berarti ia telah mematuhiku dan barang siapa yang mendurhakai pemimpin berarti ia telah mendurhakaiku. (Shahih Muslim No.3417)
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw. beliau bersabda: Kewajiban seorang muslim adalah mendengar dan taat dalam melakukan perintah yang disukai atau pun tidak disukai, kecuali bila diperintahkan melakukan maksiat. Bila dia diperintah melakukan maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar serta taat. (Shahih Muslim No.3423)